Writing and reading

Jumat, 04 Juni 2010

ketika aku mengamati mereka... (part2)

Perjalananku dengan bus trans Jakarta sudah dimulai ketika pikiranku teracuh pada panjangnya antrian. Antrian di dalam halte Cililitan-PGC itu semakin di padati orang-orang dengan tujuan berbeda-beda.

Aku turut ambil bagian di dalamnya, menjadi salah satu orang sibuk yang bersaing memperebutkan posisi pertama saat menjejakkan kaki di pintu bus.

aah, ada-ada saja orang-orang ini, itu pikiranku yang dahulu saat aku masih menjadi anggota baru di kalangan para buswayers. Pikirku, mengapa orang-orang ini rela berhimpitan di ruang yang tergolong sempit walau ber-AC. ckck, pikirku, mengapa mereka-mereka ini tidak menunggu giliran bus yang di belakang; yang notabennya masih sedikit lebih longgar.

ooh, aku mengerti kini emosi yang terlibat ketika engkau sedang terburu-buru dan waktu sangatlah berharga. Ya, kalau dahulu aku masih bersantai menghadapi hari demi hari. Kini aku bagai mahasiswi super sibuk yang amat sangat menghargai waktuku, sehingga terkadang apabila bus sudah mulai membuatku menunggu lama, ketika bus itu datang aku pun tanpa pikir panjang akan naik ke dalamnya. Well, karena yang ada di otakku adalah jauh melambung ke depan. Tentang bagaimana nanti kalau aku terlambat 5 atau 10 menit, bisa jadi saat itu dosen sudah selesai meng-absen. Dan, jangan kan berpikir dua kali untuk naik atau tidak, berpikir satu kali pun aku sudah tau jawabannya. Ya, pastikan diriku harus berangkat secepat mungkin.

Oke, namun seringkali aku sengaja menanamkan dalam pikiranku agar dapat tempat duduk di dalam bus. Sehingga apapun yang terjadi; desak-desakan, saling mendorong, saling membentak agar jangan menghalangi jalan, aku berusaha maju ke depan dan mendapatkan apa yang ku inginkan.

Dan pada kenyataannya memang tidak akan semua orang duduk dalam Bus Trans Jakarta itu kalau keadaan yang riuh seperti yang terjadi di pagi hari biasanya. Mengutamakan Ibu-ibu hamil, pembawa anak kecil, dan penyandang cacat. Suatu ketika, aku berada pada busway yang sepi namun tidak kosong. Berarti semua tempat duduk terisi tetapi orang yang berdiri termasuk sedikit jumlahnya. Aku masuk bersama dengan 1 orang temanku dan sekitar 5 orang lainnya.

Jujur, sebelum naik aku pikir akan ada tempat kosong paling tidak 2 bangku untuk kami duduk. Well, semua yang naik bersama-sama denganku saat itu berdiri. Kebetulan tempat itu merupakan perempatan jalan, dan saat itu juga terjebaklah bus kami di lampu merah.
Setelah beberapa menit aku cukup tercengang ternyata ibu-bapak yang naik bersama kami, ibu tersebut sedang hamil dan tak ada satu orang pun di tempat itu yang berniat beranjak memberikan tempat yang sudah panas oleh bokongnya itu untuk seorang ibu hamil.

aku menegornya kemudian, "ibu seharusnya duduk, kan sedang hamil". Tapi ia pun langsung menggelengkan kepala tanda kerelaannya. Aku kemudian mengedarkan pandang mencari sosok lelaki yang bisa ikhlas hati. Dan setik itu juga hatiku mulai emosi, dari dua baris bangku yang ada hanya kira-kira 4 wanita yang duduk, sisanya lelaki muda semua.

Lalu tidak lama, Guard Bus yang berjaga di samping pintu utama bus ikut campur tangan dan mencolek lelaki yang duduk paling pinggir barisan. Lelaki itu dilihat dari fisiknya juga sudah terlihat bahwa ia adalah Bapak-bapak. Dan ketika berdiri untuk mempersilahkan ibu hamil itu duduk, aku tau kalau bapak ini sudah tua. Kasian, pikirku. Padalah masih banyak anak muda lain disebelahnya.

Aku terkejut tiba-tiba suami dari ibu tersebut bicara pada Guard Bus dengan suara cukup lantang ketika istrinya baru duduk. "Terima kasih banyak, Pak. Seharusnya yang masih muda yang mengalah bukan orang tua". Kalau aku jadi mereka-mereka yang duduk apalagi laki-laki yang saat itu aku tau mereka sedang pura-pura tidak lihat atau tidak dengar atau pura-pura sibuk, aku pasti malu membiarkan bokongku panas duduk terus-terusan sementara ada orang lain di depan mata membutuhkan.

Aku kembali memperhatikan jalanan dan lalu lintas yang ada di Jakarta sepanjang perjalananku dengan Bus menuju kampus lewat kaca jendela yang besar itu. Pastinya aku sedang berdiri, kalau tidak aku tidak akan tau tentang orang-orang yang lalu lalang itu :)
Aku tersenyum kecil melihat seorang anak kecil berkulit hitam legam dengan pakaian putih lusuh, dipadu celana seragam sekolah merah yang menandakan ia adalah siswa SD, dan beralaskan sendal jepit warna hijau, sedang mengayuh pelan sepedanya yang seukuran badan mungilnya. Dengan plastik hitam kecil di gantung di stang sepeda sebelah kanannya. Aku berasumsi kalau ia habis membeli sebungkus nasi, hehe. Kemungkinan pertama ia sudah pulang dari sekolah paginya. Kemungkinan kedua ia baru akan berangkat ke sekolah setelah membeli nasi itu.

Ah, kemacetan membuatku memikirkan bagaimana orang-orang di luar sana menjalani hari ini yang amat sangat panas dan aku yakin kalau Bus tidak ada AC, aku pun akan bermandikan keringat seperti seorang Bapak pemulung di pinggir jembatan kali yang mengais-ngais tempat sampah lalu duduk sebentar. Wajah menggambarkan raut yang penuh kesabaran, mengapa tidak, jika aku yang menjadi dirinya dan duduk menghadap sinar matahari sambil memikirkan selanjutnya akan kemana, aku mungkin akan langsung beranjak pulang kerumah untuk istirahat. Namun ia mengambiol kembali kailnya dan beranjak dari jembatan itu.

Kali ini perhatianku tersita oleh sebuah mobil jenis ford yang menyalip ke samping bus yang aku tumpangi. Awalnya aku tidak ingin tau orang macam apa di dalamnya yang pasti ia ingin agar terdahulu dibanding kendaraan lainnya. Sangat kebetulan isi mobilnya nampak oleh sudut mataku sehingga aku berasumsi lagi bahwa satu-satunya orang yang ada di dalamnya merupakan orang sibuk yang sedang ingin refreshing. Baju resmi atau formal tergantung di pintu belakangnya, dan setelan olahraga yang ia kenakan; celana pendek bahan dan kaos putih santai, juga tas basket yang biasa orang gunakan untuk meletakkan alat olahraganya. Wah, apakah jadwalnya sangat padat sehingga di waktu hari kerja seperti ini ia meluangkannya untuk bersantai. Hm, aku tidak ingin berasumsi lain-lain lagi untuk orang-orang yang seperti ini.

Jalur kami sedikit berbelok sehingga nampaklah sebuah rumah makan sederhana yang berdiri di pinggir jalan dan dengan tetangga kanan-kirinya adalah perkantoran. Bisa ditebak, langganannya pasti orang-orang kantor dan anak sekolah yang sering lewat jalan ini. Haha, karena kalau aku jadi anak sekolah yang setiap pulangnya selalu lewat depan rumah makan itu aku akan mencicipinya suatu saat :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ini bagianmu untuk berbagi :))